Rabu, 18 April 2012

karakteristik air gambut

Gambut


, lahan bergambut di Transilvania
Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi[1]. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berb
»»  BACA SELENGKAPNYA......

Selasa, 20 Maret 2012

Rendang : Menu Favorit Hotel Bintang 5 di Berlin

Selain terpilih sebagai makanan terlezat di dunia versi CNN Go, rendang terbukti menjadi menu terfavorit pengunjung Hotel Grand Westin Berlin pada resepsi pembukaan Festival Kuliner Indonesia (9/3/2012).


Citarasa lezat rendang, yang terbentuk dari rasa gurih santan yang mengering serta paduan rempah-rempah yang meresap hingga ke serat daging telah membuat para undangan antre panjang untuk mendapatkannya.

Hanya dalam wa
»»  BACA SELENGKAPNYA......

Rabu, 14 Maret 2012

Jodhpur, Kota Biru dari India



Di India, terdapat kota yang seluruh rumahnya bercat biru. Kota tersebut adalah Jodhpur, kota terbesar kedua di negara bagian Rajasthan, India. Terletak 335 kilometer (208 mil) barat dari ibukota negara bagian, Jaipur.
Kota ini menjadi destinasi wisata yang cukup populer, selain keunikan warna biru yang menyelimuti seluruh perm
»»  BACA SELENGKAPNYA......

Kamis, 08 Maret 2012

Teknologi Pengolahan Air Limbah

Pembuangan air limbah baik yang bersumber dari kegiatan domestik (rumah tangga) maupun industri ke badan air dapat menyebabkan pencemaran lingkungan apabila kualitas air limbah tidak memenuhi baku mutu limbah. Sebagai contoh, mari kita lihat Kota Jakarta. Jakarta merupakan sebuah ibukota yang amat padat sehingga letak septic tank, cubluk (balong), dan pembuangan sampah berdekatan dengan sumber air tanah. Terdapat sebuah penelitian yang mengemukakan bahwa 285 sampel dari 636 titik sampel sumber air tanah telah tercemar oleh bakteri coli. Secara kimiawi, 75% dari sumber tersebut tidak memenuhi baku mutu air minum yang parameternya dinilai dari unsur nitrat, nitrit, besi, dan mangan.
Trickling Filter
Trickling filter. Sebuah trickling filter bed yang menggunakan plastic media.
Bagaimana dengan air limbah industri? Dalam kegiatan industri, air limbah akan mengandung zat-zat/kontaminan yang dihasilkan dari sisa bahan baku, sisa pelarut atau bahan aditif, produk terbuang atau gagal, pencucian dan pembilasan peralatan, blowdown beberapa peralatan seperti kettle boiler dan sistem air pendingin, serta sanitary wastes. Agar dapat memenuhi baku mutu, industri harus menerapkan prinsip pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi (in-pipe pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-pipe pollution prevention). Pengendalian dalam proses produksi bertujuan untuk meminimalkan volume limbah yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan toksisitas kontaminannya. Sedangkan pengendalian setelah proses produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan peencemar sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan.
Parameter Konsentrasi (mg/L)
COD 100 – 300
BOD 50 – 150
Minyak nabati 5 – 10
Minyak mineral 10 – 50
Zat padat tersuspensi (TSS) 200 – 400
pH 6.0 – 9.0
Temperatur 38 – 40 [oC]
Ammonia bebas (NH3) 1.0 – 5.0
Nitrat (NO3-N) 20 – 30
Senyawa aktif biru metilen 5.0 – 10
Sulfida (H2S) 0.05 – 0.1
Fenol 0.5 – 1.0
Sianida (CN) 0.05 – 0.5
Batasan Air Limbah untuk Industri
Kepmen LH No. KEP-51/MENLH/10/1995
Namun walaupun begitu, masalah air limbah tidak sesederhana yang dibayangkan karena pengolahan air limbah memerlukan biaya investasi yang besar dan biaya operasi yang tidak sedikit. Untuk itu, pengolahan air limbah harus dilakukan dengan cermat, dimulai dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan pembangunan fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau unit pengolahan limbah (UPL) yang benar, serta pengoperasian yang cermat.
Dalam pengolahan air limbah itu sendiri, terdapat beberapa parameter kualitas yang digunakan. Parameter kualitas air limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu parameter organik, karakteristik fisik, dan kontaminan spesifik. Parameter organik merupakan ukuran jumlah zat organik yang terdapat dalam limbah. Parameter ini terdiri dari total organic carbon (TOC), chemical oxygen demand (COD), biochemical oxygen demand (BOD), minyak dan lemak (O&G), dan total petrolum hydrocarbons (TPH). Karakteristik fisik dalam air limbah dapat dilihat dari parameter total suspended solids (TSS), pH, temperatur, warna, bau, dan potensial reduksi. Sedangkan kontaminan spesifik dalam air limbah dapat berupa senyawa organik atau inorganik.

Teknologi Pengolahan Air Limbah

Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam. Pengolahan air limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap:
  1. Pengolahan Awal (Pretreatment)
    Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil separation.
  2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
    Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration.
  3. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
    Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin, rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
  4. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
    Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange, membrane separation, serta thickening gravity or flotation.
  5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
    Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion, pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.

Pemilihan Teknologi

Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan karakteristik kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan indikator parameter yang sudah ditampilkan di tabel di atas. Setelah kontaminan dikarakterisasikan, diadakan pertimbangan secara detail mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan, kehandalan, dan kemudahan peoperasian. Pada akhirnya, teknologi yang dipilih haruslah teknologi yang tepat guna sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah. Setelah pertimbangan-pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi kelayakan atau bahkan percobaan skala laboratorium yang bertujuan untuk:
  1. Memastikan bahwa teknologi yang dipilih terdiri dari proses-proses yang sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah.
  2. Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan efisiensi pengolahan yang diharapkan.
  3. Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan skala sebenarnya.
Sedimentation
Sedimentation. Sebuah primary sedimentation tank di sebuah unit pengolahan limbah domestik. Sedimentation tank merupakan salah satu unit pengolahan limbah yang sangat umum digunakan.
Bottomline, perlu kita semua sadari bahwa limbah tetaplah limbah. Solusi terbaik dari pengolahan limbah pada dasarnya ialah menghilangkan limbah itu sendiri. Produksi bersih (cleaner production) yang bertujuan untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan terbentuknya limbah langsung pada sumbernya di seluruh bagian-bagian proses dapat dicapai dengan penerapan kebijaksanaan pencegahan, penguasaan teknologi bersih, serta perubahan mendasar pada sikap dan perilaku manajemen. Treatment versus Prevention? Mana yang menurut teman-teman lebih baik?? Saya yakin kita semua tahu jawabannya. Reduce, recyle, and reuse.
»»  BACA SELENGKAPNYA......

Senin, 05 Maret 2012

PRODUKSI BIOGAS MELALUI PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN DIGESTER ANAEROB April 11, 2009

PARPEN SIREGAR


ABSTRAK

Pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) merupakan industri yang sarat dengan residu pengolahan. Limbah cair PMKS merupakan sumber pencemaran yang potensial bagi manusia dan lingkungan, sehingga pabrik dituntut untuk mengolah limbah melalui pendekatan teknologi pengolahan limbah (end of the pipe). Diantaranya dengan memanfaatkan limbah cair PMKS dengan proses digester anaerob untuk memproduksi biogas. Potensi biogas yang dihasilkan dari 600-700 kg limbah cair PMKS dapat diproduksi sekitar 20 m3 biogas dan setiap m3 gas methan dapat diubah menjadi energi sebesar 4.700 – 6.000 kkal atau 20-24 MJ. Proses produksi biogas dengan digester anaerob akan maksimal jika tersedia mikroba methanogenik, tingkat keasaman (pH) yang sesuai, suhu yang sesuai, adanya agitasi (pengadukan), tersedianya nutrisi yang cukup (P dan N), lamanya waktu fermentasi, kadar air dan oksigen, serta tidak ada bahan toksik. Selain itu desain perancangan tangki digester memperhatikan konstanta laju pertumbuhan mikroba maksimum dan menetukan waktu tinggal biomassa minimum.


Kata kunci : Limbah Cair PMKS, digester anaerob, produksi biogas

PENDAHULUAN
Perkembangan bisnis dan investasi kelapa sawit dalam beberapa tahun terakhir  mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Permintaan atas minyak nabati  dan penyediaan biofuel telah mendorong peningkatan permintaan minyak nabati yang bersumber dari crude palm oil (CPO) yang berasal dari kelapa sawit. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit memiliki potensi menghasilkan minyak sekitar 7 ton/hektar lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai yang hanya 3 ton/hektar. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan perkebunan dan industri kelapa sawit karena memiliki potensi cadangan lahan yang cukup luas, ketersediaan tenaga kerja, dan kesesuaian agroklimat. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2007 sekitar 6,8 juta hektar (Heriyadi, 2009). Dari luas tersebut sekitar 60 % diusahakan oleh perkebunan besar dan sisanya diusahakan oleh perkebunan rakyat (Soetrisno, 2008).
Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit telah mendorong tumbuhnya industri-industri pengolahan, diantaranya pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang menghasilkan CPO. PMKS merupakan industri yang sarat dengan residu pengolahan. Menurut Naibaho (1996) PMKS hanya menghasilkan 25-30 % produk utama berupa 20-23 % CPO dan 5-7 % inti sawit (kernel). Sementara sisanya sebanyak 70-75 % adalah residu hasil pengolahan berupa limbah.
Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen pencemaran yang terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat (Agustina, dkk, 2008). Limbah industri dapat digolongkan kedalam tiga golongan yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas yang dapat mencemari lingkungan (Djajadiningrat dan Harsono, 1993). Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh PMKS berkisar antara 600-700 liter/ton tandan buah segar (TBS) (Naibaho, 1999). Saat ini diperkirakan jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh PMKS di Indonesia mencapai 28,7 juta ton (Isroi, 2008). Limbah ini merupakan sumber pencemaran yang potensial bagi manusia dan lingkungan, sehingga pabrik dituntut untuk mengolah limbah melalui pendekatan teknologi pengolahan limbah (end of the pipe). Bahkan sekarang telah digulirkan paradigma pencegahan pencemaran (up of the pipe) (Wardhanu, 2009).
Berbagai jenis penelitian dilaksanakan selai bertujuan untuk menekan dampak negatif limbah terhadap manusia dan lingkungan, juga agar limbah tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal dan tidak menimbulkan sampah (the zero waste concept) sehingga memberikan nilai tambah. Diantara upaya tersebut adalah pemanfaatan limbah cair PMKS dengan proses digester anaerob untuk memproduksi biogas.

KARATERISTIK LIMBAH CAIR PMKS
Limbah cair yang dihasilkan olem PMKS berasal dari air kondensat pada proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. Jumlah air bungan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah pabrik, dan keadaan peralatan klarifikasi. Limbah cair PMKS mengandung bahan organik yang relatif tinggi dan tidak bersifat toksik karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi minyak. Komposisi kimia limbah cair PMKS dan komposisi asam amino limbah cair segar disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Cair PMKS
Komponen
% Berat Kering
Ekstrak dengan ether
31.60
Protein (N x 6,25)
8.20
Serat
11.90
Ekstrak tanpa N
34.20
Abu
14.10
P
0.24
K
0.99
Ca
0.97
Mg
0.30
Na
0.08
Energi (kkal / 100 gr)
454.00
Sumber : Naibaho (1996)

Tabel 2. Komposisi Asam Amino Limbah Cair Segar PMKS
Asam Amino
%
Lisine
0.98
Histidine
2.02
Arginine
0.74
Aspartot asam
8.37
Threoine
3.37
Serine
8.19
Glutamit asam
13.19
Piroline
3.80
Glycine
1.96
Alanine
5.67
Valine
4.05
Methionine
0.14
Isoleusine
3.10
Leusine
8.79
Tyrosine
2.06
Phanylalarine
3.48
Sumber : Naibaho (1996)
Limbah cair PMKS umumnya bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Bila larutan tersebut langsung dibuang ke perairan sangat berpotensi mencemari lingkungan, sehingga harus dioleh terlebih dahulu sebelum dibuang.
Parameter yang menggambarkan karakteristik limbah terdiri dari sifat fisik, kimia, dan biologi. Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisik meliputi suhu, kekeruhan, bau, dan rasa, berdasarkan sifak kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, chemical oxygen demand (COD), sedangkan berdasakan sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah (Wibisono, 1995). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup ada 6 (enam) parameter utama yang dijadikan acuan baku mutu limbah meliputi :
a.       Tingkat keasaman (pH), ditetapkannya parameter pH bertujuan agar mikroorganisme dan biota yang terdapat pada penerima tidak terganggu, bahkan diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima.
b.      BOD, kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima akan semakin tinggi.
c.       COD, kelarutan oksigen kimiawi adalah oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar dari BOD.
d.      Total suspended solid (TSS), menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi.
e.       Kandungan total nitrogen, semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada biota.
f.        Kandungan oil and grease, dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada saat kondisi aerobik.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup secara khusus telah menerbitkan 2 (dua) Keputusan Menteri yang menyangkut pemanfaatan air limbah PMKS yaitu Kepmen LH Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian dan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit dan Kepmen LH Nomor 29 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit (Soerjani, 2007). Karakteristik limbah yang dihasilkan PMKS dan baku mutu limbah disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Karaktersitik Limbah PMKS dan Baku Mutu Limbah
Parameter
Limbah PMKS *)
Baku Mutu Limbah **)
pH
4,10
6 – 9
BOD (g/L)
212,80
110
COD (g/L)
347,20
250
TSS (g/L)
211,70
100
Kandungan Nitrogen Total (g/L)
41
20
Oil and grease (g/L)
31
30
*)   Amaru  (2008)
**) Kepmen LH Nomor 51/MEN LH/10/1995

Berdasarkan data di atas, ternyata semua parameter limbah cair PMKS berada diatas ambang batas baku mutu limbah. Jika tida dilakukan pencegahan dan pengolahan limbah, maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti pencemaran air yang mengganggu bahkan meracuni bota perairan, menimbulkan bau, dan menghasilkan gas methan dan CO2 yang merupakan emisi gas penyebab efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan.

PRODUKSI BIOGAS MELALUI PROSES DIGESER ANAEROB
LIMBAH CAIR PMKS
Metode pengolahan limbah dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Pengolahan limbah secara kimia dilakukan dengan proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan flotasi. Proses kimia sering kurang efektif karena pembelian bahan kimianya yang cukup tinggi dan menghasilkan sludge dengan volume yang cukup besar. Sedangkan pengolahan limbah secara biologis dapat dilakukan dengan proses aerob dan anaerob.
Secara konvensional pengolahan limbah cair PMKS dilakukan secara biologis dengan menggunakan kolam, yaitu limbah cair diproses dalam kolam aerobik dan anerobik dengan memanfaatkan mikrobia sebagai perombak BOD dan menetralisir keasaman cairan limbah.
Pengolahan limbah cair PMKS secara konvesional banyak dilakukan oleh pabrik karena teknik tersebut cukup sederhana dan biayanya lebih murah. Namun pengolahan dengan cara tersebut membutuhkan lahan yang luas untuk pengolahan limbah. Dengan kapasitas 30 ton TBS/jam, maka dibutuhkan sekitar 7 hektar lahan untuk pengolahan limbah. Selain itu efesiensi perombakan limbah cair PMKS hanya 60-70 % dengan waktu retensi yang cukup lama yaitu 120-140 hari. Kolam-kolam limbah konvensional akan mengeluarkan gas methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) yang membahayakan karena merupakan emisi penyebab efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Disamping itu kolam-kolam pengolahan limbah sering mengalami pendangkalan, sehingga baku mutu limbah tidak tercapai.
Pengolahan limbah cair PMKS dengan menggunakan digester anaerob dilakukan dengan mensubtitusi proses yang terjadi di kolam anaerobik pada sistem konvensional kedalam tangki digester. Tangki digester berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu dengan pemakaian bakteri mesophilic dan thermophilic (Naibaho, 1996). Kedua bakteri ini termasuk bakteri methanogen yang merubah substrat dan menghasilkan gas methan.
Fermentasi anaerobik dalam proses perombakan bahan organik yang dilakukan oleh sekelompok mikrobia anaerobik fakultatif maupun obligat dalam satu tangki digester (reaktor tertutup) pada suhu 35-55 0C. Metabolisme anaerobik selulose melibatkan banyak reaksi kompleks dan prosesnya lebih sulit daripada reaksi-reaksi anaerobik bahan-bahan organik lain seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Bidegradasi  tersebut melalui beberapa tahapan yaitu proses hidrolisis, proses asidogenesis, proses asetogenesis, dan proses methanogenesis. Proses hidrolisis berupa proses dekomposisi biomassa kompleks menjadi gkukosa sederhana memakia enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai katalis. Hasilnya biomassa menjadi dapat larut dalam air dan mempunyai bentuk yang lebih sederhana. Proses asidogenesis merupakan proses perombakan monomer dan oligomer menjadi asam asetat, CO2, dan asam lemak rantai pendek, serta alkohol.  Proses asidogenesis atau fase non methanogenesis menghasilkan asam asetat, CO2, dan H2. Sementara proses methanogensesis merupakan perubahan senyawa-senyawa menjadi gas methan yang dilakukan oleh bakteri methanogenik. Salah satu bakteri methanogeneik yang populer dalam Methanobachillus omelianskii.
Proses biokonversi methanogenik merupakan proses biologis yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik lingkungan biotik maupun abiotik. Faktor biotik meliputi mikroba dan jasad aktif. Faktor jenis dan konsentrasi inokulum sangat berperan dalam proses perombakan dan produksi biogas. Hasil penelitian Mahajoeno, dkk (2008) mengungkapkan inokulum LKLM II-20% (b/v) dengan substrat 15 L, diperoleh produksi biogas paling baik dibandingkan konsentrasi lainnya dimana produksi biogasnya mencapai 121 liter.
Sedangkan faktor abiotik meliputi pengadukan (agitasi), suhu, tingkat keasaman (pH), kadar substrat, kadar air, rasio C/N, dan kadar P dalam substrat, serta kehadiran bahan toksik (Mahajoeno, dkk, 2008). Diantara faktor abiotik di atas, faktor pengendali utama produksi biogas adalah suhu, pH, dan senyawa beracun.
Kehidupan mikroba dalam cairan memerlukan kedaaan lingkungan yang cocok antara lain pH, suhu, dan nutrisi. Derajat keasaman pada mikroba yaitu antara pH 5-9. Oleh karena itu limbah cair PMKS yang bersifat asam (pH 4-5) merupakan media yang tidak cocok untuk pertumbuhan bakteri, maka untuk mengaktifkan bakteri cairan limbah PMKS tersebut harus dinetralisasi. Penambahan bahan penetral pH dapat meningkatkan produksi biogas. Namun keasamannya dibatasi agar tidak melebihi pH 9, karena pada pH 5 dan pH 9 dapat menyebabkan terganggunya enzim bakteri (enzim teridir dari protein yang dapat mengkoagulasi pada pH tertentu). Peningkatan pH optimum akan memacu proses pembusukan sehingga meningkatkan efektifitas bakteri methanogenik dan dapat meningkatkan produksi biogas. Mahajoeno, dkk (2008) menyatakan menunjukkan bahwa pH substrat awal 7 memberikan peningkatan laju produksi biogas lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pH yang lain
Peningkatan suhu  juga dapat meningkatkan laju produksi biogas. Mikroba menghendaki suhu cairan sesuai dengan jenis mikroba yang dikembangkan. Berdasarkan sifat adaptasi bakteri terhadap suhu dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian (Naibaho, 1996) yaitu :
a.       Phsycrophill, yaitu bakteri yang dapat hidup aktif pada suhu rendah yaitu 10 0C, bakteri ini ditemukan pada daerah-daerah sub tropis.
b.      Mesophill, yaitu bakteri yang hidup pada suhu 10-50 0C dan merupakan jenis bakteri yang paling banyak dijumpai pada daerah tropis.
c.       Thermophill, yaitu bakteri yang tahan panas pada suhu 50-80 0C. bakteri ini banyak dijumpai pada tambang minyakyang berasal dari perut bumi.
Perombakan limbah dapat berjalan lebih cepat pada penggunaan bakteri thermophill. Suhu yang tinggi dapat memacu perombakan secara kimiawi, perombakan yang cepat akan dimanfaatkan oleh bakteri metahonogenik untuk menghasilkan gas methan, sehingga dapat produksi biogas. Peningkatan suhu sebesar 40 0C dapat menghasilkan 68,5 liter biogas (Mahajoeno, dkk, 2008).
Limbah cair mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan mineral yang dibutuhkan oleh mikroba. Komposisi limbah perlu diperbaiki dengan penambahan nutrisi seperti untur P dan N yang diberkan dalam bentuk pupuk TSP dan urea. Jumlah kandungan bahan makanan dalam limbah harus dipertahankan agar bakteri tetap berkembang dengan baik. Jumlah lemak yang terdapat dalam limbah akan mempengaruhi aktifitas perombak limbah karbohidrat dan protein. Selain kontinuitas makanan juga kontak antara makanan dan bakteri perlu berlangsung dengan baik yang dapat dicapai dengan melakukan agitasi (pengadukan). agitasi juga berpengaruh terhadap produksi biogas. Pemberian agitasi berpengaruh lebih baik dibandingkan tanpa agitasi dalam peningkatan laju produksi gas. Dengan agitasi substrat akan menjadi homogen, inokulum kontak langsung dengan substrat dan merata, sehingga proses perombakan akan lebih efektif. Agitasi dimaksudkan agar kontak antara limbah cair PMKS dan bakteri perombak lebih baik dan menghindari padatan terbang atau mengendap. Agitasi pada 100 rpm dapat meningkatkan produksi biogas.
Reaksi perombakan anaerobik tidak menginginkan kehadiran oksigen, karena oksigen akan menonaktifkan bakteri. Kehadiran oksigen pada limbah cair dapat berupa kontak limbah dengan udara. Kedalaman reaktor akan mempengaruhi reaksi perombakan. Semakin dalam reaktor akan semakin baik hasil perombakan.
Kehadiran bahan toksik juga menghambat proses produksi biogas. Kehadiran bahan toksik ini akan menghambat aktifitas mikroorganisme untuk melakukan perombakan. Maka untuk memperoleh produksi biogas yang baik, kehadiran bahan toksik harus dicegah.
Hasil produksi biogas juga ditentukan oleh faktor waktu fermentasi. Hal ini disebabkan untuk melakukan perombakan anaerob terdiri atas 4 (empat) tahapan. Untuk itu setiap proses membutuhkan waktu yang cukup. Pengaruh waktu fermentasi memberikan hasil yang berbeda pada produksi biogas. Semakin lama proses fermentasi, maka akan semakin tinggi produksi biogas.
Ahmad (2003) menyatakan parameter kinetik merupakan dasar penting dalam desain bioreaktor terutama konstanta laju pertumbuhan mikroba maksimum dan menetukan waktu tinggal biomassa minimum. Parameter kinetik biodegradasi anerob limbah cair PMKS optimum diperoleh pada konstanta setengah jenuh (Ks) 1,06 g/L, laju pertumbuhan spesifik maksimum (µm) 0,187 / hari, perolan biomassa (Y) 0,395 gVSS/gCOD, konstanta laju kematian mikroorganisme (Kd) 0,027 / hari, dan konstanta pemanfaatan substat maksimum (k) 0,474 / hari.
Potensi biogas yang dihasilkan dari 600-700 kg limbah cair PMKS dapat diproduksi sekitar 20 m3 biogas (Goenadi, 2006) dan setiap m3 gas methan dapat diubah menjadi energi sebesar 4.700 – 6.000 kkal atau 20-24 MJ (Isroi, 2008). Sebuah PMKS dengan kapasitas 30 ton TBS/jam dapat menghasilkan tenaga biogas untuk energi setara 237 KwH (Naibaho, 1996).
Selain menghasilkan biogas, pengolahan limbah cair dengan proses digester anaerobik dapat dilakukan pada lahan yang sempit dan memberi keuntungan berupa penurunan jumlah padatan organik, jumlah mikroba pembusuk yang tida diinginkan, serta kandungan racun dalam limbah. Disamping itu juga membantu peningkatan kualitas pupuk dari sludge yang dihasilkan, karena sludge yang dihasilkan berbeda  dari sludge limbah cair PMKS biasa yang dilakukan melalui proses konvesional (Tobing, 1997). Kelebihan tersebut adalah :
a.       Penurunan kadar BOD bisa mencapai 80-90 %.
b.      Baunya berkurang sehingga toidak disukai lalat.
c.       Berwarna coklat kehitam-hitaman.
d.      Kualitas sludge sebagai pupuk lebih baik, yaitu 1). Memperbaiki struktur fisik tanah, 2). Meningkatkan aerasi, peresapan, retensi, dan kelembaban, 3). Meningkatkan perkembangbiakan dan perkembangan akar, 4). Meningkatkan kandungan organik tanah, pH, dan kapasitas tukar kation tanah, dan 5). Meningkatkan populasi mkroflora dan mkrofauna tanah maupun aktivitasnya.

SIMPULAN
1.      Limbah cair PMKS berpotensi besar untuk menghasilkan energi biogas yang dapat diperbaharui. Penggunaan sistem digester anaerob dapat memperoduksi biogas dengan lebih maksimal.
2.      Produksi biogas dipengaruhi oleh faktor biotik meliputi mikroba dan jasad aktif dan faktor abiotik meliputi pengadukan (agitasi), suhu, tingkat keasaman (pH), kadar substrat, kadar air, rasio C/N, dan kadar P dalam substrat, serta kehadiran bahan toksik.
3.      Desain perancangan tangki digester memperhatikan konstanta laju pertumbuhan mikroba maksimum dan menetukan waktu tinggal biomassa minimum.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Ir. Urip Santoso, S.IKom, M.Sc, Ph.D yang telah memberikan saran dan kritik atas penulisan artikel telaah pustaka ini.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Siti, Pudji R., Widianto, Tri, dan A., Trisni. 2008. Penggunaan Teknologi Membran pada Pengelolaan Air Limbah Industri Kelapa Sawit. www.bblk-libtang.go.id/eng/admin/upload/TEKNOLOGI MEMBRAN.pdf. (17 Maret 2009).
Ahmad, Adrianto. 2003. Penentuan Parameter Kinetik Proses Biodegradasi Anaeron Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Jurnal Natur Indonesia 6 (1). www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/vol 6 (1)/Adrianto.pdf.
Amaru, Kharistya. 2008. Limbah Industri Kelapa Sawit. www.geocities.com/kharistya_amaru/blog/limbah-sawit.html-85k-.
Djajadiningrat, Surna T. dan Harsono, H. 1990. Penilaian Secara Tepat Sumber-sumber Pencemaran Air, Tanah, dan Udara. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.
Goenadi, Didiek Hadjar. 2006. Berburu Energi di Kebun Sawit. Harian Republika Edisi 25 Februari 2006.
Hariyadi. 2009. Dampak Ekologi Pengembangan Kelapa Sawit untuk Bioenergi. http:/energi.infogue.com/dampak_ekologi_pengembangan_kelapa_sawit _untuk_bioenergi. (17 Maret 2009).
Isroi. 2008. Energi Terbarukan dari Limbah Pabrik Kelapa Sawit. isroi.wordpress.com/2008/02/2005energi_dari_limbah_sawit/-70-k. (17 Maret 2009).
Keputusan Menteri KLH Nomor KEP 51/MEN KLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri.
Mahajoeno, Edwi, Lay, Bibiana Widiati, Sutjahjo, Suryo Hadi, dan Siswanto. 2008. Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas. Jurnal Bioversitas Volume 9 No. 1.
Naibaho, Ponten M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, Medan : Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Naibaho, Ponten M. 1999. Aplikasi Biologi dalam Pembangunan Industri Berwawasan Lingkungan, Jurnal Visi 7.
Soerjani, Muhamad, Yowono, Arief, dan Fardiaz, Dedi. 2007. Lingkungan : Pendidikan, Pengelolaan Lingkungan, dan Keberlanjutan Pembangunan, Jakarta; Yayasan Institut Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan Jakarta.
Soetrisno, Noer. 2008. Peranan Industri Sawit dalam Pengembangan Ekonomi Regional : Menuju Pertumbuhan Partisipatif Berkelanjutan. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Dampak Kehadiran Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Kesejahteraan Masyarakat Sekitar di Universitas Sumatera Utara 6 Desember 2008.
Tobing, P.L. 1997. Minimalisasi dan Pemanfaatan Limbah Cair – Padat Pabrik Kelapa Sawit dengan Cara daur Ulang. Medan; Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Wardhanu, Adha Panca. 2009. Cleaner Production : Mewujudkan industri Kelapa Sawit Kalimantan Barat yang Berwawasan Lingkungan dan Berdaya Saing Tinggi di Pasar Global.
Wibisono, G. 1995. Sistem Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Domestik, Jurnal Science 27.
»»  BACA SELENGKAPNYA......

Jumat, 02 Maret 2012

Teknologi Pengolahan Limbah B3

Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
Berdasarkan sumbernya,
»»  BACA SELENGKAPNYA......

Rabu, 29 Februari 2012

Teknologi Pengolahan Air Sumur Untuk Air Minum

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Karena itu jika kebutuhan akan air tersebut belum tercukupi maka dapat memberikan dampak yang besar terhadap kerawanan kesehatan maupun sosial. Air yang layak diminum, mempunyai standar persyaratan tertentu yakni persyaratan fisis, kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Jadi jika ada satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat maka air tesebut tidak layak untuk diminum. Pemakaian air minum yang tidak memenuhi standar kualitas tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan, baik secara langsung dan cepat maupun tidak langsung dan secara perlahan.
Untuk menanggulangi masalah tersebut, salah satu alternatif yakni dengan cara mengolah air tanah atau air sumur sehingga didapatkan air dengan kualitas yang memenuhi syarat kesehatan.

»»  BACA SELENGKAPNYA......

Manfaat Air Bersih

Air Bekerja Dengan Ajaib
Bila Anda minum banyak air bersih dan jernih, maka hal tersebut akan memacu peningkatan kesehatan Anda, di mana para peneliti menemukan bahwa, makin hari makin banyak keuntungan dengan minum air dalam jumlah yang cukup bagi kesehatan, termasuk:
Pencernaan dan metabolisme yang lebih baik
Minum air dalam jumlah yang cukup menjadikan baik pencernaan maupun metabolisme dapat bekerja pada kapasitas maksimalnya. Faktanya, penelitian terbaru dari University of Utah menyatakan bahwa kekurangan
»»  BACA SELENGKAPNYA......

blogger templates 3 columns | Make Money Online